Selasa, 31 Januari 2012

ANTINOMIANISME

Definisi

Dalam bahasa Yunani antinomianisme berasal dari dua kata, yaitu: Anti yang artinya: menentang, dan Nomos yang artinya: Hukum
Jadi dapat disimpulkan bahwa antinomianisme adalah tindakan yang anti terhadap hukum.

Karateristik ajaran ANTINOMIANISME:
  1. Paham ini menyangkali signifikansi hukum Allah dalam kehidupan orang percaya
  2. Hukum Tuhan tidak berlaku bagi mereka yang percaya kepada Tuhan Yesus
  3. Mencampuradukkan antara pembenaran dengan kekudusan
  4. Mereka berasumsi bahwa PL merupakan suatu ikatan perjanjian Hukum, sedangkan PB merupakan suatu ikatan perjanjian anugerah
  5. Semua dosa yang diperbuat adalah dari hidupnya yang lama dan tidak kena  mengena dengan hidup yang baru dalam Yesus (hidup bebas/liar)
Alasan-alasannya:
  1. Karena Yesus telah membebaskan mereka dari hukum Allah
  2. Anugrah Allah membebaskan kita dari keharusan untuk mentaati hukum Allah.
Maksudnya bahwa anugrah Allah menjadi surat ijin untuk ketidaktaatan
    
Apologetika/ pembelaan iman Kristen:
  1. Hukum Allah bukanlah syarat untuk mencapai keselamatan, tetapi hukum Allah diperuntukkan sebagai standar nilai moralitas bagi orang percaya jika demikian adakah kami membatalkan hukum taurat karena iman. Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya” (Roma 3:31).
  2. Memang benar, bahwa kita diselamatkan bukan karena usaha kita untuk melakukan hukum Allah tetapi oleh Anugrah. Hal ini bukan berarti kita bebas dari hukum Allah. .”jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu” (Yoh.14:15)
  3. Justru semakin kita terikat Hukum Allah, maka kita semakin bebas menjalankan kehendak Allah.

FUNGSI HUKUM MENURUT MARTIN LUTHER
  1. UNTUK MENYATAKAN DOSA
  2. UNTUK MEMBENTUK MASYARAKAT YANG BERMORAL SECARA UMUM
  3. UNTUK MENYEDIAKAN PERATURAN KEHIDUPAN BAGI MEREKA YANG TELAH MENGALAMI REGENERASI MELALUI IMAN DI DALAM YESUS.
Kesimpulan
*     Antinomianisme merupakan bidat yang mengatakan bahwa orang-orang Kristen tidak mempunyai kewajiban untuk mentaati hukum Allah
*     Hukum mempunyai fungsi, yaitu untuk menyatakan dosa dan merupakan petunjuk hidup bagi orang Kristen
*      Hukum dan anugrah Allah diajarkan, baik dalam PL maupun PB
*      Meskipun ketaatan pada hukum Allah bukan usaha yang mengakibatkan kita dibenarkan, orang yang sudah dibenarkan diharapkan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mentaati hukum Allah.

Rabu, 11 Januari 2012

BENARKAH HANYA BAPTISAN SELAM YANG SAH…..?


Baptisan air merupakan hal yang sering diperdebatkan. Sampai saat ini banyak gerakan-gerakan yang begitu ngotot membenarkan model pembaptisan mereka. Apakah ada cara baptisan yang lebih tepat?
Memahami baptisan secara praktis memerlukan peninjauan secara praktis mengenai pengalaman-pengalaman tertentu di dalam Alkitab tentang pernyataan-pernyataan Firman Tuhan mengenai fungsi baptisan. Jika tidak maka pemahaman kita tentang baptisan akan menjadi kacau balau dan semakin membuat orang lain bingung, juga malah semakin membenarkan cara pembaptisan yang kita pakai.

DEFINISI  BAPTISAN.
  1. Pengertian Baptisan
Dalam bahasa Yunani, kata "Bapto" artinya "mencelupkan di dalam atau dibawah" atau bisa juga berarti mencelupkan bahan-bahan untuk memberi warna baru. Sedangkan "Baptizo" bisa berarti "membenamkan", "menenggelamkan" atau "membinasakan". Tetapi, baptizo juga bisa berarti "masuk dibawah" atau "dipengaruhi", dan dalam suasana Helenisme juga diartikan sebagai "mandi" atau "mencuci".

Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama, ada istilah "Baptein" dalam LXX yang dalam bahasa Indonesianya adalah "mencelupkan kakinya ke dalam air" (Yos.3:15), "mencelupkan jari ke dalam darah itu" (Im.4:6,17), "dimasukkan ke dalam air" (Im.11:32), dan Naaman "membenamkan diri" ke sungai Yordan (2Raj.5:14). (dikutip dari artikel www.yabina.org)
Dalam PL, adat basuhan menunjukkan ritual "penyucian" atau "pengudusan", dan basuhan itu bukan lambang melainkan alat pengudusan itu sendiri. Jadi air itu dianggap mempunyai kekuatan magis untuk "penyucian" sehingga seperti dalam kasus Naaman harus dilakukan sampai tujuh kali. (dikutip dari www.yabina.org)

Istilah "dimasukkan, ditenggelamkan" memang dapat memberi pengertian dari istilah baptisan. Namun hal ini telah ditafsirkan oleh beberapa gerakan-gerakan baptisan selam sebagai bukti bahwa baptisan selam ke dalam air lebih tepat, lebih benar, dan sah untuk melakukan upacara pembaptisan. Benarkah?

Hal tersebut hanyalah penafsiran yang tidak teliti akan makna ditenggelamkan atau makna dimasukkan. Apakah yang dimaksudkan dari ditenggelamkan atau dimasukkan ke dalam air adalah mutlak ke dalam air? Apakah karena makna atau pengertian kata baptisan dari kata "baptizo" yang berarti dimasukan, maka itu berarti upacara pembaptisan adalah masukkan ke dalam air?
Mari kita lihat terlebih dahulu apa pengertian baptisan berdasarkan elemen-elemen yang dipakai untuk memperoleh suatu hal yang berhubungan dengan baptisan.
  1. Makna Baptisan berhubungan dengan Elemen apa yang dipakai sesuai dengan pengertian tentang baptisan itu sendiri yang berarti dimasukkan.
  • Pengertian makna Baptisan dari baptisan Yohanes.
Yohanes Pembaptis membaptis orang-orang pada saat itu dengan menggunakan air. Berhubungan dengan pengertian baptisan yang bisa berarti dimasukkan, dimasukkan di bawah, dll,. Walaupun belum jelas apakah pengertian baptisan yang dilakukan Yohanes Pembaptis adalah menenggelamkan, atau dimasukkan ke dalam air secara utuh atau tidak. karena istilah keluar dari air bisa berarti dari "area" air. Tapi kita tidak membahas tentang hal tersebut.
Yang kita bahas adalah bahwa baptisan yang dilakukan Yohanes adalah baptisan memasukan (Baptizo) seseorang ke dalam pengalaman tanda pertobatan atau lambang pertobatan dengan menggunakan air. Apakah itu proses menenggelamkan atau mencuci bukan menjadi permasalahan baptisan Yohanes karena yang menjadi permasalahan adalah untuk apa mereka dibaptis dan menggunakan apa mereka dibaptis. Dalam hal ini Elemen baptisan yang dilakukan Yohanes adalah Air yaitu dimasukan ke dalam air atau dicuci dengan air sebagai lambang pertobatan. 

Jikalau baptisan Yohanes menggunakan cara dimasukkan ke dalam air itu pun suatu pengalaman yang memasukkan ke dalam air sebagai lambang pertobatan. sekali lagi Air hanya merupakan elemen yang dipakai Yohanes dalam melaksanakan upacara pembaptisan. Apabila pengalaman yang digunakan oleh Yohanes Pembaptis dalam membaptis menurut pengertian dimasukan ke dalam air maka kalimatnya akan menjadi seperti ini "aku (membaptis/memasukkan) kamu ke dalam Air sebagai tanda pertobatan..." (MAT.3:11) perhatikan bahwa Yohanes menggunakan air "mungkin" dengan cara dimasukkan di dalam air sebagai tanda pertobatan. Tetapi pengertiannya tetap dimasukkan ke dalam air sebagai lambang pertobatan. Namun apakah pengalaman ini yang memiliki istilah dimasukan ke dalam air adalah sama dengan perintah Tuhan Yesus kepada murid-muridnya pada saat pernyataan amanat agung -- di mana perintah baptisan berhubungan dengan pengalaman yang dilakukan oleh Yohanes yang berarti di masukan "ke dalam AIR" ???...
Hal ini akan dibahas pada poin yang terakhir karena kita akan melihat makna baptisan yang lain sesuai dengan elemen yang dipakai. Apakah sama dengan baptisan Yohanes?
  • Pengertian makna baptisan dari baptisan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus (baptisan Roh dan api)
Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. (Lukas 3:16)
Perhatikan hal ini dengan baik. Yohanes membaptis (memasukkan) ke dalam AIR sebagai lambang pertobatan.

Bagaimana dengan baptisan Roh dan api?
Yesus Membaptis (memasukkan) seseorang ke dalam ROH bukan air. Dan istilah Api lebih mengarah kepada penyucian sehingga Yesus membaptis (memasukkan) seseorang ke dalam pengalaman penyucian yang dilambangkan dengan API.

Apakah ada perbedaan istilah baptisan yang berarti "dimasukkan ke dalam" atau "dicuci dengan" dari pengalaman Yohanes Pembaptis dengan pengalaman baptisan yang dilakukan oleh Yesus Kristus? Jawabannya tidak. Sebab baptisan Yohanes mungkin dimasukkan ke dalam Air atau dicuci dengan air. Namun Baptisan yang dilakukan oleh Yesus adalah dengan memasukan seseorang di dalam Roh bukan air. Jadi istilah baptisan Yohanes sudah berbeda jauh dengan istilah baptisan yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Yohanes membabtis (memasukan) seseorang ke dalam air sedangkan Yesus membaptis (memasukan) seseorang ke dalam unsur Spiritualitas dan penyucian.

Bagaimana dengan baptisan yang harus dijalankan oleh orang percaya pada masa perjanjian baru? Apakah seperti pengalaman baptisan yang dilakukan Yohanes Pembaptis, di mana membaptis (memasukkan) seseorang ke dalam air, ataukah ke dalam apa... ?
  • Pengertian makna baptisan pada saat amanat Agung Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya.
Apakah makna baptisan yang diperintahkan Yesus kepada murid-murid-Nya mengarah mutlak kepada Elemen air dan pengalaman dimasukkan ke dalam air? seperti yang dilakukan Yohanes?
"
Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus" (Mat.28:19)

Jikalau Yohanes Pembaptis membaptis dengan menggunakan air yang berarti dimasukan ke dalam air sebagai lambang pertobatan, dan Yesus membaptis dengan menggunakan Roh dan Api sebagai lambang penyucian dengan cara memasukan seseorang ke dalam Roh dan dalam penyucian.

Maka, istilah yang ada di dalam Matius 28:19 menyatakan "Baptislah (memasukan) mereka ke dalam..." sangat berbeda dengan istilah pembaptisan Yohanes yaitu Membaptis (memasukkan) seseorang ke dalam air.
Jikalau Yohanes membaptis (memasukan) seseorang ke dalam air, maka perintah baptisan mengenai baptislah mereka dalam "nama Bapa dan Anak dan Roh kudus adalah membaptis (memasukkan) seseorang/mereka ke dalam~ nama Bapa dan Anak dan Roh kudus. Bukan makna ke dalam air (walaupun lebih baik menggunakan air sebagai wadah pembaptisan) tetapi Elemen pembaptisan bukanlah mengarah kepada Air melainkan kepada atau ke dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Lihat perbedaannya sangat jelas. Yohanes memasukan atau mencuci seseorang dengan menggunakan air maka Baptisan amanat agung adalah baptisan memasukkan seseorang bukan makna ke dalam air melainkan memasukkan seseorang ke dalam nama Allah Bapa dan Anak dan Roh Kudus.

Ada juga istilah baptisan yang terjadi di zaman Perjanjian Lama yang dinyatakan melalui Rasul Paulus.
"Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut." 1 Korintus 10:1,2
Istilah membaptis dalam awan dan dalam laut. Bukan berarti mereka dibaptis atau dimasukkan ke dalam awan atau dalam laut. Ini berarti istilah baptisan tidak harus memiliki pengertian dimasukkan atau ditenggelamkan. Jika itu pengertian mutlak maka apa yang terjadi pada saat bangsa Israel sedang melintasi Laut Teberau dan langsung dimasukkan atau ditenggelamkan ke dalam laut? Saya yakin anda dapat menganalisanya.
Ini berarti istilah baptisan memunyai begitu banyak pengertian yang sangat mendalam.

Kesimpulan
  1. Baptisan air, tidak ada hubungan mutlak harus di dalam air. karena bisa di dalam air, bisa di dalam Roh bisa di dalam nama Allah Bapa dan Anak dan Roh Kudus sebagai lambang pemetraian nama Allah kepada seseorang. karena jika harus di dalam air maka apa yang terjadi dengan bangsa Israel pada saat melintasi Laut Teberau?
  2. Kenapa disebut baptisan air? Karena air dijadikan suatu wadah yang dipakai dalam upacara pembaptisan. Apakah bisa menggunakan wadah lain selain air? Jawabannya adalah wadah tidak menjadi hal yang mutlak. Air digunakan karena melambangkan Roh Kudus.
  3. Baptisan Yohanes, Baptisan yang dilakukan Yesus, dan Baptisan amanat agung (baptisan orang percaya/gereja) memiliki elemen-elemen yang berbeda.
  4. Cara pembaptisan bukanlah suatu hal yang perlu dipersoalankan; bisa dengan cara di selam, dipercik atau dengan cara yang lain. Yang terpenting dan mutlak adalah dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Apakah Ada Keselamatan di Luar Yesus Kristus?

YOHANES 14:6


Biasanya setiap orang Kristen berpendapat bahwa tidak ada keselamatan di luar Yesus Kristus, bahkan lebih sempit lagi tidak ada keselamatan di luar gereja. Adapun dasar yang dipakai adalah Yohanes 14:6 – “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku”.


  • William Barclay menafsirkan ayat ini sebagai berikut: Memang banyak orang yang mengajar tentang jalan yang harus ditempuh, tetapi hanya Yesuslah jalan itu dan di luar Dia manusia akan tersesat. Banyak orang yang berbicara tentang kebenaran, tetapi hanya Yesuslah yang dapat mengatakan Akulah kebenaran itu. Orang lain mengajarkan tentang jalan kehidupan, tetapi hanya dalam Yesus orang menemukan kehidupan itu. Karena itu hanya Dia saja yang dapat membawa manusia kepada Tuhan.
  • Samartha yang mengatakan bahwa: “dalam agama Kristen Yesus Kristus memang juru selamat, tetapi orang Kristen tidak dapat mengklaim bahwa juru selamat hanya Yesus Kristus. Demikian pula Yesus adalah jalan, tetapi jalan itu bukan hanya Yesus, sebab seperti dikatakan Kenneth Cracknell bahwa di luar agama Kristen pun dikenal banyak keselamatan”.
  • Dalam agama Yahudi dikenal istilah Halakhah, yang secara harafiah artinya berjalan. Kata ini merupakan istilah teknis dalam pengajaran agama Yahudi yang berhubungan dengan semua materi hukum dan tatanan hidup sehari-hari. Istilah ini diambil dari Keluaran 18:20 – “Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang memberitahukan kepada mereka jalan yang harus mereka jalani dan pekerjaan yang harus mereka lakukan”.
  • Dalam agama Islam konsep jalan itu terdapat dalam Sura 1:5-7: .... Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan. Pimpinlah kami ke jalan yang lurus (yaitu), jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka...
  • Dalam agama Hindu juga dikenal adanya jalan menuju moksha, menuju kelepasan dari kelahiran kembali, menuju keselamatan, yaitu Jnana marga atau jalan pengetahuan, Karma marga atau jalan perbuatan baik, serta bhakti marga yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam agama Budha dikenal Dhama pada, jalan kebenaran menuju nirwana.
Lalu bagaimana hubungan jalan-jalan ini dengan Kristus yang adalah jalan?

Ada berbagai penafsiran, di antaranya: 
  1. Ada banyak jalan kecil-kecil (path), tetapi hanya satu jalan besar (way) yaitu jalan Kristus. 
  2. Atau ada yang mengatakan ada banyak jalan, termasuk jalan Kristus, tetapi hanya ada satu tujuan yaitu Allah.

Kalau kita memilih yang pertama, memang tidak cocok dengan semangat pluralisme agama-agama, tetapi lebih sesuai dengan teks Yohanes 14:6 Ada banyak jalan tetapi hanya ada satu jalan yang menuju Bapa, yaitu jalan Kristus.
Kalau memilih alternatif kedua, hal itu sesuai dengan semangat pluralisme tetapi persoalan tentang Tidak seorang sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku tidak terpecahkan. Dan dengan memilih alternatif kedua, berarti menempatkan Yesus sebagai jalan (cara) untuk mencapai suatu tujuan. Padahal menurut banyak penafsir Yesus itu bukan jalan (cara) untuk mencapai tujuan, tetapi Ia sendiri jalan sekaligus tujuan. 

Dalam teks dikatakan Aku adalah... (tiga kata berikutnya mempunyai kedudukan yang sejajar) jalan, kebenaran dan hidup. Bukan Aku jalan menuju kebenaran dan menuju hidup, juga bukan Aku jalan kebenaran dan jalan hidup.
Penulis setuju bahwa di luar agama Kristen ada jalan (minhaj, marga, dhama pada), ada jalan kebenaran, ada keselamatan, tetapi tidak berarti bahwa jalan Yesus itu jalan yang luar biasa, sedangkan jalan yang lain jalan biasa. Lalu persoalannya adalah bagaimana kalimat Tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku harus ditafsirkan?

Konteks ayat ini adalah: 

Ketika itu Tuhan Yesus berkata kepada para murid-Nya. Ia pergi untuk menyediakan tempat bagi murid-muridnya, kemudian Ia akan kembali menjemput mereka, supaya di mana Yesus berada murid-murid juga berada di sana (Yoh.14:3). Kemudian Thomas berkata: Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?
Dengan perkataan itu Thomas ingin tahu jalannya supaya bisa sampai ke tempat itu dengan cara dan kekuatannya sendiri.

Kemudian Tuhan Yesus menjawab: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorangpun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku. Yang dimaksud Tuhan Yesus dengan perkataan itu adalah: Thomas tidak dapat datang ke tempat itu dengan usaha dan kekuatannya sendiri. Kalau toh ia bisa datang ke tempat itu karena Tuhan Yesus yang membawa dia (Bdk. Ay. 3 yang berkata: Aku akan datang kembali membawa kamu). Dengan kata lain kalau Thomas bisa datang ke tempat itu, semua itu semata-mata hanya karena anugerah Allah yang nyata dalam kehadiran Yesus Kristus.

Jadi persoalannya bukan di luar Kristus tidak ada jalan, tetapi bagi umat Kristen kita bisa sampai ke tempat di mana Kristus berada, itu semata-mata karena anugerah Allah. Inilah yang membedakan jalan yang ditempuh umat Kristen dan jalan-jalan lainnya. Di sana bukan tidak ada jalan, di sana bisa juga ada jalan, jalan di sana bukan kurang baik, sedang di sini lebih baik, tetapi memang jalan itu berbeda. 

Dengan demikian pemutlakan orang Kristen terhadap Yesusnya, tidak harus membuat orang Kristen menjadi eksklusif, atau menyamakan saja semua agama.
Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa hanya Yesus Kristuslah yang membawa kita kepada keselamatan, tetapi kita juga tidak harus mengatakan di sana, dalam agama lain, sama sekali hanya ada kegelapan dan kesesatan. Kalau kita sendiri tidak rela orang menganggap dalam kekristenan hanya ada kegelapan dan kesesatan, mengapa hal yang sama kita tujukan kepada orang lain.

Apakah pandangan itu tidak memperlemah semangat Pekabaran Injil? Tidak, hanya harus ada orientasi baru tentang Pekabaran Injil.
Pekabaran Injil harus dipahami seperti pemahaman Yesus Kristus sendiri: Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik (mengabarkan Injil) kepada orang-orang miskin, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Luk.4:18,19).

Memberitakan Injil tidak lagi dipahami sebagai kristenisasi, tetapi kristusisasi. Menambah jumlah orang-orang yang diselamatkan dan menjadi anggota gereja bukan tujuan pekabaran Injil, tetapi sebagai akibat atau buah pekabaran Injil: mereka disukai semua orang dan setiap hari Tuhan menambahkan dengan orang-orang yang diselamatkan (Kis. 2:46). Buah pekabaran Injil ini mungkin tidak segera kita nikmati dalam kehadiran mereka di gereja, tetapi mungkin pada waktu dan di tempat lain.
Apakah pemahaman Pekabaran Injil ini tidak sama saja dengan pemahaman sebelumnya? Tidak, pada pola pemahaman yang pertama mengesampingkan sikap toleransi yang karenanya dapat menimbulkan kecurigaan bahkan konflik sosial. Dan sering kekristenan mereka yang bertobat lebih bersifat emosional. Sedangkan pola pekabaran Injil kedua, sangat bersikap tenggang rasa dan toleran dan bahkan mungkin pekabaran Injil bisa dilakukan dengan kerjasama antar agama. Dan kalau akhirnya ada yang menjadi anggota gereja, kekristenan mereka tidak bersifat emosional, tetapi dengan kesadaran penuh. 

Kesimpulan
Jadi Yesus Kristus adalah SATU-SATUNYA dan BUKAN SALAH SATU Jalan Keselamatan bagi manusia berdosa untuk sampai kepada Allah.... AMIN

Selasa, 10 Januari 2012

PEMENANG SEJATI

I Kor.3:12-14, Filip 3:13-14

Hidup itu adalah suatu pertandingan. William James mengatakan: “jika hidup ini bukanlah sebuah pertandingan yang sesungguhnya, yang di dalamnya segala sesuatu selalu diraih dengan sukses, hidup ini tidak lebih baik dari sebuah permainan drama pribadi dimana seseorang boleh menarik diri sesuka hati kapan saja. Tetapi hidup ini terasa seperti pertandingan, seakan-akan ada sesuatu yang liar di alam semesta yang dengan seluruh cita-cita dan keyakinan, perlu kita menangkan kembali”. Dalam nats yang kita pelajari, rasul Paulus mengilustrasikan kehidupan kekristenan itu dengan pertandingan atletik. Setiap orang percaya berada di arena pertandingan untuk berlari menuju garis finis. Hal inilah yang membedakannya dengan pertandingan duniawi. Dalam pertandigan duniawi yang bertanding hanya beberapa orang (menjadi peserta) yang lain sebagai penonton. Tetapi dalam pertandigan rohani setiap kita menjadi peserta pertandingan (I Kor.9:25).
            Setiap orang percaya ditentukan untuk menjadi pemenang, bahkan lebih dari pemenang (band. Roma 8:3). Istilah “lebih dari pemenag” menunjukkan bahwa setiap orang Kristen memilki kans untuk menjadi pemenang sejati. Pemenang sejati adalah Seorang juara yang mempertahankan kemenangannya secara kontinyu, bukan menjadi juara sementara. Bagaimana menjadi pemenag sejati?

1. Tidak cepat merasa puas (Filp.3:12a)
Dalam ayat 12,Paulus berkata: “bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya”. Inilah penyataan dan filsafat seorang pemenag sejati. Paulus tidak menarasa puas dengan prestasi rohani yang sudah dicapainya saat itu, walaupun kita tahu berbagai prestasi rohani sudah dicapainya saat itu. Sifat tidak merasa puas dengan prestasi rohani yang sudah diraih akhirnya mendorong Paulus untuk meningkatkan dan berkarya lebih lagi dalam mempertahankan kemenangan yang sudah dan yang akan diraihnya.
Banyak orang Kristen merasa puas dengan prsestasi rohaninya, kenapa demikian? Karena sering membandingkan prestasinya dengan orang lain. Sering di antara kita berkata, saya lebih baik dari si anu dalam pelayanan, saya lebih baik…..!saat kita membandingkan diri dengan orang lain, maka akan muncul dalam diri kepuasan. Kenapa Paulus memiliki sifat tidak merasa puas? Karena tidak pernah membandingkan prestasi rohaninya dengan orang lain, tetapi membandingkanya dengan Kristus. Ketika kita membandingkan apa yang telah kita perbuat dengan apa yang Yesus perbuat atas kita, maka akan mendorong kita untuk lebih berkarya lagi.

2. Melupakan apa yang ada di belakang (13a)
            Seorang pelari haruslah menangggalkan ransel dibelakang punggungnya atau melupakan masa lalunya agar ia memiliki kecepatan berlari maksimal. Setiap orang memiliki masa lalu. Untuk menjadi pemenang sejati maka kita harus berdamai dengan masa lalu kita. Kata “melupakan” dalam hal ini bukan berarti tidak mengingatnya, tetapi tidak lagi dipengaruhi atau dikuasai oleh masa lalu itu. Kalau hidup kita masih dipengaruhi atau dikuasai oleh masalalu kita, maka hal itu akan menghambat laju dinamika kerohanian kita. Perlu di ingat bahwa masa lalu tidak akan pernah menentukan masa depan kita. Tetapi masa depan kita di tentukan oleh masa Semarang ini. Apa yang anda perbuat pada masa Sekarang ini menjadi penentu keberhasilan masa depan anda.

3. Mendisiplin diri (I Kor.9:27)
            Pendisiplinan diri sangat diperlukan dalam suatu perlombaan. Untuk bisa menjadi pemenang perlu pendisiplinan diri. Banyak orang menempuh jalan yang mudah dan instan untuk mencapai apa yang digapai, yang penting sampai pada tujuan sekali pun tanpa pendisiplinan diri. Rasul Paulus mengatakan bahwa tak seorangpun pernah mencapai sesuatu tanpa disiplin diri yang keras.

4. Mengarahkan diri pada tujuan (filp.3:13b, I Kor.9:26)
            Seorang pelari harus senantiasa memandang garis finis yang ada dihadapannya. Seorang pelari yang focus ke depan berarti ia tahu kemana tujuannya berlari. Ia tidak sekedar berlari, tetapi berlari pada tujuan (Bnd.1 Kor.9:26) untuk meraih hadiah atau mahkota yang kelak akan menjadi miliknya. Ketika seorang pelari memandang serta menginginkan hadiah yang akan diraihnya, maka dalam dirinya akan muncul semangat/”andrenalin rohani” yang membantu ia untuk senantiasa menjadi pemenang sejati. Selamat bertanding

Kesimpulan: seorang pemenang sejati adalah seorang juara yg mempertahankan kemenangannya secara terus-menerus.  

Minggu, 08 Januari 2012

STUDY KARAKTER YUDAS ISKARIOT

STUDY KARAKTER YUDAS ISKARIOT
Baca Johanes 13 : 21 – 30

Sekilas Riwayat Yudas Iskariot.
Peringatan Paskah selalu mengingatkan kita kepada dua nama penting selain Yesus sendiri, yaitu Pontius Pilatus dan Yudas Iskariot. Kitab PB secara keseluruhan ada 40 ayat yang mencatat tentang penghianatan Yudas. Tidak ada ibu yang mau memberi nama anaknya “Yudas”, sebab nama ini selalu diasosiasikan dengan ‘penghianat’. Padahal sebenarnya nama Yudas itu bagus sekali: Praise = pujian bagi Tuhan (dalam bahasa Ibrani: Yehuda, Yuda).

Siapakah Yudas Iskariot Itu?
Yudas adalah anak dari Simon Iskariot (Yoh 6:71). Nama Yudas adalah nama yang umum dan sering ditemukan baik di PL maupun PB. Iskariot menunjuk pada bahasa Ibrani "seorang laki-laki Kerioth" atau Carioth, yang adalah kota Judah (Bdk. Joshua 15:25). Tempat kelahirannya adalah Keriot, ditunjukkan oleh nama di belakang Yudas. Mungkin juga menunjukkan asalnya yang berbeda dari 11 murid Yesus yang semuanya adalah orang Galilea, karena Kerioth adalah kota suku Yehuda.
William Barclay memberi tafsiran yang sangat menarik. Yudas adalah satu-satunya murid Tuhan Yesus yang berasal dari Yudea, sebuah propinsi elite, pusat pemerintahan yang terletak di atas pegunungan. Kesebelas murid yang lain berasal dari Galilea, propinsi "kelas dua". Nama belakang Iskariot besar kemungkinan berkaitan dengan sebuah kelompok pejuang perlawanan radikal Yahudi terhadap penjajah Romawi. Karena keradikalannya dalam memperjuangkan keinginannya, kelompok ini biasa disebut sebagai "Kaum Pembawa Pedang”. Beberapa pendapat mengatakan bahwa fakta ini memiliki pengaruh dalam karir Yudas di antara para murid, bahwa Yudas berusaha menarik simpati dari saudara-saudaranya tersebut. Alkitab tidak menceritakan tentang tingkat pendidikan Yudas, tetapi pada umumnya seorang laki-laki Yahudi memperoleh pendidikan di sinagoge-sinagoge. 
Sistem Pendidikan sudah lama dikenal, baik dikalangan masyarakat Yahudi ataupun non-Yahudi. Masyarakat Yahudi, terutama keluarga memberikan perhatian yang sangat besar dalam pendidikan terhadap generasi penerusnya. Tujuan utama adalah agar mereka memelihara iman monotheisme mereka dan memelihara hukum Taurat, sesuatu yang seringkali diabaikan ketika Israel berada dalam masa kejayaannya. Tidak dicatat pula oleh Alkitab kapan Yudas lahir dan berapa umurnya saat Yesus memanggil kedua belas murid. Sejarah dunia hanya mencatat perkiraan tahun kematiannya, yaitu sekitar tahun 29-33M.
 
Pertanyaan?

1. Yang selalu menjadi pertanyaan kita ialah, “Mengapa Yesus memilih Yudas untuk menjadi
Murid-Nya, apakah Yesus tidak mengetahui karakter Yudas?” (Jawaban) Yesus sebagai Allah yang maha tahu. Dia tahu siapa Yudas sebenarnya, Johanes menuliskan ‘…..sebab Yesus tahu siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia’ (Yoh. 6: 64).

2. Apakah Yudas termasuk orang yang berjasa dalam proses penyaliban Kristus..? Coba kalau tidak ada Yudas, Yesus kan tidak akan pernah disalib. (jawaban: Yudas tidak jasa dalam proses penyaliban Yesus)

3. Perlukah kita berterima kasih kepada Yudas…? (jawaban: tidak), mengapa.....? Mari kita lihat point-point penting dibawah ini.


Karakter Yudas Iskariot:
  1. Tamak akan uang (Mat.26:14-15): cinta akan uang adalah sumber kejahatan (Bdk. I Tim.6:10)
  2. Berkianat (Mat.10:4,Mrk.3:19) - Kunci untuk berkianat: “Menjalin hubungan seerat-eratnya”. Resep bersahabat: “Jika saudara berteman jangan terlalu dekat dan jangan terlalu jauh”.
  3. Licik (Mat.26:16, Luk.22:6)
  4. Tidak berfikir panjang (Mat.27:3)
  5. Pencuri kas pelayanan (Yoh.12:4-6)
  6. Memanfaatkan orang lain/mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi (Luk.22:4-5)
  7. Tidak pernah bertobat (Yoh.13:27), bukti bahwa Yudas tidak pernah bertobat adalah ia kerasukan Iblis. Orang yang bertobat tidak mungkin bisa kerasukan Iblis. Hanya bisa dipengaruhi saja.
  8. Mempengaruhi hal-hal negative kepada orang lain (Mat.26:8-10, Mrk.14:4-6, Yoh.12:4-6)

Mengapa Yudas mengkhianati Yesus

  1. Yudas Ikut Yesus dengan motivasi yang salah (Mrk10:35-37)
Ada empat motivasi yang salah:
·      Supaya beroleh kuasa atau karunia (Kis. 8: 9- 24)
·      Supaya beroleh posisi (Mark. 10: 35- 37)
·      Supaya beroleh berkat tanpa menjadi berkat (Mat. 19: 16- 26)
·      Supaya beroleh kepopularitasan.
Contoh: Orang ke gereja berharap pacarnya akan bertobat

  1. Yudas memberi tempat kepada Iblis (Yoh.13:27)

Cara mengkhianati:
 Dengan mencium Yesus yang biasanya dipakai sebagai tanda persahabatan untuk menunjukkan rasa intim, dipakai oleh Yudas untuk menghianati gurunya. Dosa yang paling keji adalah dosa penghianatan! Mengapa demikian ? Untuk bisa berkhianat, seseorang harus punya hubungan erat terlebih dahulu dengan orang yang akan dikhianati. Ini syaratnya, dengan ada hubungan baik terlebih dahulu, baru terjadi penghianatan. Matius menuliskan, “ketika Yudas mencium Yesus, Yesus menyebutnya sahabat, tetapi Yudas tidak menanggapinya” (Mat. 26: 50).  Di sini ‘ciuman’ dipakai oleh surga dan neraka dengan tujuan berbeda. Yudas menjual Yesus seharga 30 uang perak. Di dalam Perjanjian Lama  apabila seekor lembuh membunuh budak laki-laki atau permpuan, maka pemiliknya harus menggantikan seharga 30 syikal perak (Kel. 21: 32). Jadi buat Yudas, Yesus hanya berharga seperti seorang budak yang mati ditanduk lembu. contoh: Sex, ambisi, perbuatan baik bisa menjadi alat surga dan neraka. Aplikasi: Coba bayangkan kepedihan hati karena pengkhianatan.


Akibat Tindakannya:
Bunuh Diri (Kisah Yudas berakhir dengan sangat tragis: Gantung diri! (Mat. 27: 1- 5) Lukas menulis di Kisah Rasul 1:18, ‘…..Yudas jatuh tertelungkup, perutnya terbelah, sampai isi perutnya tertumpah keluar’. Yudas merasa sangat bersalah dan dihadapan orang Farisi dia diejek, karena hatinya yang tidak pernah sepenuhnya diberikan kepada Yesus, dia merasa tidak ada jalan lain, selain mengakhiri penyesalannya dengan bunuh diri. Yudas mengawali semuanya dengan baik, tetapi mengakhiri hidupnya dengan penyesalan, lalu gantung diri. Kematian Yesus tidak semudah yang kita bayangkan, Dia dipukuli semalaman sampai badan-Nya hancur,……….

Kesimpulan:
Ingatlah bahwa: Pikiran menentukan tindakan, tindakan menjadi kebiasaan, kebiasaan menentukan karakter dan karakter yang membawa kita kepada tujuan akhir.

ADAKAH ALASAN KITA UNTUK MENGHAKIMI SESAMA KITA,........?


(MAT.7:1-12)

Dalam pasal 7:1-12, saya bagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
  1. Ayat 1-6, 12 -  merupakan relasi dengan sesama
  2. Ayat 7-11  -  merupakan relasi dengan Tuhan

Dalam ayat 1-12 ini menjelaskan tentang sejauh mana hubungan kita dengan Tuhan sangat menentukan hubungan kita dengan sesama. Kalau relasi kita dengan Tuhan tidak beres, maka hubungan kitapun dengan sesama tidak akan benar.

A.  Untuk itu bagaimana hubungan kita dengan orang lain ketika kita menjadi orang percaya?
      Kadangkala ada orang yang kelihatan rohani (melayani, aktif ke gereja dll), tetapi dalam hubungan dengan sesama tidak baik. Benarkah sikap seperti ini dapat dijadikan alasan bahwa dirinya mempunyai hubungan yang sehat dengan Tuhannya? atau sebaliknya, ada orang yang begitu kelihatan baik kepada sesamanya, tetapi ia tidak percaya kepada Tuhan Yesus, apakah sikap yang seperti ini juga dapat dikatakan sebagai orang yang mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhannya?

B. Dalam ayat 1-6,12 Tuhan Yesus memberikan contoh praktis dalam bertingka laku, yang sering kita jumpai dalam kehidupan kita tiap-tiap hari. Yaitu sikap MENGHAKIMI SESAMA.

TOLSTOY berpendapat bahwa Mat.7:1-6 mempunyai arti:
1. Berarti Yesus meniadakan lembaga peradilan.
2. Bahwa orang Kristen tidak boleh mengkritik orang lain.
Pendapat ini tidak dapat di benarkan karena tidak sesuai dengan maksud Tuhan.

Apa yang kita ketahui tentang istilah menghakimi? menghakimi berasal dari kata hakim, yg artinya “orang yang dipercaya untuk menyelesaikan perkara orang lain”. Menghakimi adalah suatu sikap menilai tentang hidup orang lain tanpa ada pertimbangan yang tepat dan benar.

      Sifat menghakimi:
1. Menuduh                       3. Mencari kesalahan orang lain
      2. Menjatuhkan                 4. Merusak hidup orang lain

Bahasa emas: di dalam menasehati ada kasih, di dalam menghakimi ada tuduhan.

Alasan 2 supaya kita tidak bersikap mengahakimi orang lain:
  1. Karena menghakimi adalah hak mutlak Allah, bukan hak manusia
  2. Karena kita semua sudah jatuh dalam dosa, sehingga orang berdosa tidak layak untuk menghakimi orang berdosa
  3. Karena terbatas dalam hal menilai,, hanya Tuhan yang tahu ukuran yang tepat dan benar.

Langkah2 yg harus kita buat supaya tidak mudah mudah menghakimi orang lain:
  1. Berdoa, minta Tuhan agar menjaga lidah kita
  2. Membuat komitmen untuk memiliki roh yang lemah lembut (hati yg bersedia untuk dibentuk oleh Tuhan) dan rendah hati (hidup yg mau menundukkan diri kepada Tuhan)
  3. Belajar berfikir benar terhadap orang lain.
  4. Melatih diri untuk mempunyai kesadaran yang tinggi bahwa diri kitapun pernah bersalah kepada orang lain. (gelas yg penuh tidak bisa diisi lagi dan tangan yang menggenggam tidak bisa menerima lagi)

Dalam ayat 7-11 merupakan relasi yang sehat dengan  Bapanya. Dampak hubungan yang sehat dengan Bapanya yg diwujudkan melalui tindakan yang benar terhadap sesamanya. Sikap yang benar dan tidak menghakimi orang lain berdampak baik dalam hubungannya dengan Tuhan. Ayat 8 merupakan hasil interaksi dengan Tuhan yang diwujudkan menghargai orang lain, sehingga membuat doa-doa kita diperkenan Tuhan.

Kesimpulan:
  1. Baik dan tidaknya hubungan kita dengan sesame sangat ditentukan baik dan tidaknya relasi kita dengan Tuhan. Untuk itu marilah kita memperbahrui relasi kita dgn Tuhan.
  2. Menghakimi adalah hak Allah dan bukan hak kita. Untuk itu jgn lg menghakimi orang lain.
  3. Kalo kita menghakimi maka kita tanpa sadar telah menjadikan diri kita sbg Allah
  4. Sadari bahwa kita sama-sama orang berdosa. Untuk itu tidak layak bagi kita menjadi hakim bagi orang lain.