Jumat, 10 Februari 2012

KELUARGA BAHAGIA



Keluarga bahagia adalah konsep anugerah umum. Bahagia tidak bersifat mutlak tapi relatif. Orang Kristen seharusnya bicara tentang keluarga yang berpusatkan pada Kristus akan memiliki sukacita dan damai sejahtera.

1.        Kehadiran Tuhan Allah dalam keluarga kita.
  • Tuhan harus sebagai Tuhan: bukan suami, istri mertua, harta, orang lain
  • Tuhan yang mempersatukan
  • Tuhan yang memimpin agar keluarga dapat mencapai apa yang Tuhan kehendaki atas keluarga kita
  • Tuhan yang melindungi dari segala ancaman
  • Tuhan yang memberkati, artinya segala sesuatu tersedia pada Allah agar keluarga kita tetap menjadi berkat bagi dunia ini.

2.        Alkitab sebagai pedoman
  • Alkitab harus menjadi sentral kehidpan keluarga Kristen
  • Orangtua harus menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya
  • Sumber pendidikan moral dan etika keluarga
  • Melindungi keluarga dari setiap ajaran dunia yang menyesatkan
  • Memberikan hikmat bagi keluarga
  • Pedang Roh

Banyak hal menyebabkan hilangnya kebahagiaan dalam rumah tangga:
Ø  Tidak menjalankan tugas dan fungsinya
Ø  Kekanak-kanakan
Ø  Emosi yang tidak terkendali
Ø  Tidak punya visi dan misi
Ø  Tidak punya perencanaan (family plan)
Ø  Masalah yang tidak diselesaikan secara baik dan benar
Ø  Keluarga jauh dari dan tidak punya intimasi dengan Tuhan.

Keluarga Bahagia (Ams.12:1-11)
Isteri Yang Cakap : disiplin, kuat, aktif, kaya, dan bijak

3. Berpusatkan kebenaran dan hidup dalam kebenaran. Aplikasinya :
   - Mau dikoreksi/ditegur (ay.1)
   - Berbuat baik (ay.2)
   - Adil (ay.5)
   - Jujur (ay.6)
   - Berakal budi (ay.8)
   - Berlagak mampu tapi tidak bisa apa-apa (ay.9)
   - Memperhatikan lingkungan hidup (ay.10)
   - Kerja keras/rajin (ay.11)


PENUTUP
  1. Kebahagiaan diperoleh dalam relasi yang benar dengan Tuhan Yesus sebagai pusat hidup tiap-tiap anggota keluarga
  2. Keluarga bahagia bukan berarti tanpa masalah, justru dalam kebersamaan mengatasi masalah itu kita menemukan kebahagiaan.
  3. Keluarga bahagia bukan diukur dari memiliki segala sesuatu secara fisik (uang, rumah, mobil, dsb).
  4. Keluarga bahagia berarti mensyukuri setiap hal yang dianugerhkan Tuhan pada kita.

3 komentar:

  1. konsep menjadi keluarga akan lebih bahagia ketimbang sebelum menikah terpatri kuat saat sebelum saya menikah dulu.Terlebih konsep saya yang kuat untuk mencari suami yang rohaniawan bisa dibilang pendeta, karena latar belakang saya dari keluarga pendeta. Ketika saya melihat papa saya yang begitu sabar, bertanggungjawab dan sayang sekali sama mama dan anak-anaknya. Bahkan papa bisa menghargai mama di depan oma yang saat itu tidak menyetujui mama yang berlatar belakang agama non kristen sehingga selalu berusaha untuk menjelek-jelekkan mama, padahal mama begitu amat sangat menyayangi oma, tapi dibalas dengan fitnahan. Bahkan karen perbuatan oma, hampir saja mama diadu domba dengan papa, tapi karena cinta papa yang begitu kuat pada mama, papa lebih mempercayai mama.Karena prinsip beliau adalah istri lebih utama dibanding orangtua.
    Berkaca dari kehidupan saya memiliki orangtua, papa pendeta itulah saya terus berdoa untuk seorang suami pendeta, karena saya yakin pasti dia bisa membimbing saya seperti papa membimbing mama dan saya pasti bahagia daripada saya menikah dengan non pendeta.
    Hampir 7 tahun saya menikah, tp apa yang saya duga, yg saya inginkan tidak sesuai kenyataan.Bahkan amat sangat menyakitkan.

    BalasHapus
  2. Bapak bilang, hal menyebabkan hilangnya kebahagiaan dalam rumah tangga:
    Ø Tidak menjalankan tugas dan fungsinya
    7 tahun menikah saya yang membanting tulang bekarja mencari nafkah, sedangkan suami saya dengan santai berargumen pada saya "jangan pernah punya berharap jika dalam pelayanan bisa menafkahi keluarga, mempunyai gaji seperti kamu yang kerja di kantoran. Justru kamu harus sadar bahwa Tuhan sudah mencukupi keluarga kita , memakai kamu, lewat pekerjaanmu. Bahkan bisa mendukung pelayanan."
    Ø Emosi yang tidak terkendali
    Kata-katanya selalu menyakitkan saya. Apalagi semenjak mertua saya sakit stroke. Jika ada suami saya, maminya selalu memuji saya, bahkan merintih, mengiba dan lembut sekali jika berkata-kata. Tapi jika saya ada bersamanya tanpa suami saya, mertua saya selalu mengintimidasi saya bahwa karena sayalah yang memintanya menjaga anak saya dari bayi hingga 2 tahun dia jadi stroke dan saya sudah menjadikan dia sebagai pembatu. Dan ternyata intimidasi itu juga saya terima dari kakak-kakak ipar saya, tante dan om dari mertua saya,berarti mertua saya sudah menyebarkan yang jelek-jelek perihal saya. Padahal selama dia stroke siapa yang membiayai pengobatannya jika bukan dari saya karena di depan suami saya mereka beralasan bahwa saya yang lebih mampu, tapi jika di depan saya mereka bilang saya yang harus bertanggungjawab atas sakitnya mertua. Yang lebih menyakitkan, suami saya TIDAK PERNAH PERCAYA jika saya menceritakan hal yang sesungguhnya bahkan menuduh saya tegalah, mengada-ada, suka bertengkar dll.

    Ø Masalah yang tidak diselesaikan secara baik dan benar
    Jangankan menerima, percaya akan perkataan saya saja TIDAK. Jangankan minta maaf, memelukpun saat saya menangispun TIDAK, terlebih 4 tahun belakangan ini dia sudah tidak menghiraukan jika saya mulai diam, membatasi obrolan, bersikap dingin, menangis.Dia cuek. Mungkin dia bersikap seperti itu, seperti yang pernah saya dengar dari kakaknya bahwa dia sudah capek dengan sikap kekanak-kanakan saya yang menuntut ini dan itu. Sikap acuh tak acuhnya memang sengaja dia lakukan, katanya sebagai pembelajaran buat saya dan supaya saya sadar serta introspeksi diri.

    Ø Keluarga jauh dari dan tidak punya intimasi dengan Tuhan.
    Entah bapak percaya atau tidak, dia mengajak doa bersama hanya 2x dalam setahun yakni saat malam natal dan malam tahun baru. Saya sudah capek dan enggan minta dia untuk mengadakan doa keluarga setiap hari, karena akhirnya saya yang disalahkan yang dibilang saya malas, terlalu sibuk. Dia cuek. Doa sendiri. Memang saya akui dia setiap hari berdoa dan baca alkitab di depan saya karena memang dia punya banyak waktu di rumah. Dan ketidaksinkronan waktu itulah yang dia jadikan alasan dan menyalahkan saya, saya tidak pernah berdoa, baca alkitab. Bukannya membimbing dengan lembut atau kebapak-an malah dia mengintimidasi saya, sehingga saya jadi malas untuk berdoa dan baca alkitab jika di rumah. Dia tidak tahu jika saya melakukannya saat saya naik kendaraan umum saat berangkat dan pulang kerja atau saat istirahat siang di kantor. Bahkan sering saya berdoa di jalan sambil menangis jika saya naik motor saat ke kantor, karena bagi saya itulah saat yang lebih indah tidak ada seorangpun yang tahu. Rumah bagi saya cuma tempat yang panas dan neraka, meskipun disitu ada manusia berbaju malaikat yang tidur seranjang dengan saya.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus